Tradisi ‘Kaddo Caddi’ di Pangkep

Oleh:  M. Farid W Makkulau

ETTAPEDIA.ORG – UMUMNYA dalam pesta perjamuan perkawinan adat dalam masyarakat Bugis atau Makassar di Sulawesi Selatan saat ini diselenggarakan satu kali pesta, namun hal ini berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Maros, yang masyarakatnya beretnis Bugis Makassar sebagai satu kesatuan, dimana diakomodir penyelenggaraan pesta kedua.

Di Pangkep dan Maros, menjamur penyelenggaraan pesta kedua (second party) dalam perjamuan adat perkawinan Bugis Makassar yang lazim disebut Kaddo Caddi.

Secara harfiah Kaddo Caddi berarti “makan kecil”. Dalam Bahasa Makassar, kaddo berarti makan, sedang caddi berarti kecil. Pemaknaan ini kebalikan dari “Akgau” atau “Makgau lompo” yang berarti melakukan pesta besar.

Penyebutan “Kaddo Caddi” merujuk kepada perjamuan kecil setelah pesta besar perkawinan adat Bugis Makassar yang umumnya dilaksanakan pada malam hari, sedangkan waktu Kaddo Caddi dibatasi antara Pukul 10.00 pagi hari sampai sore hari.

Kaddo Caddi. (foto: mfaridwm)
Kaddo Caddi. (foto: mfaridwm)

Jika Kaddo Caddi-nya pengantin perempuan dan iring-iringan pengantin diantar pada siang hari ke rumah mempelai laki-laki berarti tamu masih dapat menyaksikan pasangan pengantin dalam keadaan berpakaian pengantin.

Orang tua pengantin perempuan biasanya akan sangat disibukkan dengan dua kegiatan sekaligus, menjamu tamu yang datang Kaddo Caddi pada saat yang sama keluarga harus mempersiapkan keberangkatan pasangan pengantin ke rumah mempelai laki–laki.

Jika Kaddo Caddi-nya pengantin laki-laki, berarti tamu tidak dapat menyaksikan laki pasangan pengantin dalam keadaan berpakaian pengantin.

Orang tua pengantin laki-laki juga disibukkan dengan dua kegiatan sekaligus, yaitu menjamu tamu yang datang Kaddo Caddi pada saat yang sama keluarga harus mempersiapkan “Nilekka” atau “Marola”, suatu prosesi pasangan pengantin diantar kembali ke rumah keluarga perempuan dan selanjutnya menurut adat, di rumah perempuan (rumah orang tua perempuan) itulah nantinya pasangan suami istri yang baru itu tinggal.

Menghadiri Kaddo Caddi masih sempat berfoto dengan pengantin. (foto: mfaridwm)
Menghadiri Kaddo Caddi masih sempat berfoto dengan pengantin. (foto: mfaridwm)

Pesta kecil “Kaddo Caddi” saat ini lebih banyak disukai tamu atau undangan pengantin disebabkan jauh lebih praktis. Bagi orang kantoran, bisa menghadiri “Kaddo Caddi” dengan pakaian kantoran atau menyesuaikan, bebas rapi dan tetap kelihatan sopan bermartabat.

Umumnya pegawai atau guru bisa langsung (dan hal ini dapat dimaklumi) dengan pakaian mengajar dan kepegawaiannya mendatangi perjamuan dan memberi ucapan selamat kepada pasangan pengantin dan keluarganya, selama itu pakaiannya sopan, bersih dan rapi.

Hal ini berbeda jika harus datang pada perjamuan besar (Akgau) yang lebih formal dan biasanya berpakaian jas lengkap.

Perjamuan “Kaddo Caddi” diselenggarakan lebih disebabkan untuk memberi kesempatan datang bertamu dan memberi ucapan selamat kepada pasangan pengantin kepada para tamu dan undangan yang tidak sempat datang pada pesta besar (Akgau) pada malam harinya.

Kaddo Caddi merupakan salah satu bentuk toleransi waktu dalam upacara adat perkawinan Bugis Makassar sekaligus upaya mengakomodir dan menghargai saudara, kerabat, handai taulan serta undangan lainnya yang tidak memiliki waktu atau tidak sempat datang pada pesta besar.

Kaddo Caddi. (foto: mfaridwm)
Kaddo Caddi. (foto: mfaridwm)

Tradisi Kaddo Caddi ternyata jauh lebih disukai dibanding pesta besar, hal ini terbukti dengan semakin berkurangnya tamu atau undangan yang datang pada pesta besar malam harinya dan semakin banyaknya yang memilih menghadiri undangan perkawinan pada keesokan harinya.

Lambat laun Upacara adat perkawinan Bugis Makassar terus mengalami pergeseran soal waktu perjamuan pesta, hal ini terbukti diakomodasinya penyelenggaraan pesta besar tidak lagi pada malam hari pada siang hari, yang umum disebut “Pesta Siang”, dan terbukti kembali banyak orang yang lebih menyukainya.

Pergeseran waktu perjamuan dalam upacara adat perkawinan Bugis Makassar membuktikan bahwa Masyarakat Bugis Makassar tidak terlalu ngotot mempertahankan tradisi selama hal itu tidak menyentuh Hal-hal prinsipil.

Waktu perjamuan bisa digeser atau dialihkan ke waktu yang tepat, yang lebih waktu undangan bisa menghadirinya, tetapi satu hal yang tidak bisa tergantikan adalah Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Upacara Adat Perkawinan itu tetap ada dan dipertahankan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baca Juga